IBUKU MASIH DAN AKAN TETAP HIDUP (END PART)
Setelah di kabari bapak kalau ibu ngamar di rumah sakit B aku pun memutuskan untuk tidak pulang ke rumah sehabis kerja, tapi langsung menuju rumah sakit B. Ternyata saat aku sampai di Rumah sakit ibu juga baru saja masuk kamar, setelah berjam-jam di UGD, dan menjalani pemeriksaan laboratorium lagi. Ternyata bapak lupa membawa hasil lab dari klinik, sehingga ibu terpaksa melakukan pemeriksaan laboratorium lagi. Aku pun gantian berjaga malam bersama adikku dan bibiku atau istri dari kakak ibuku. Hari itu hari jumat 12 February 2016.
Esoknya aku baru pulang ke rumah setelah bapak yang kemarin malam pulang dahulu sudah sampai (lagi) di rumah sakit. sampai di rumah aku cuci-cuci baju, terus ambil baju ibu buat ganti di rumah sakit. Dan aku baru sadar ternyata ibu nggak punya daster, beliau cuma punya gamis dan kemeja atau hem. Ini anak macam apa aku ini sampai ibu nggak pernah pakai daster aja baru sadar saat beliau sakit. Tentunya baju semacam itu sangat tidak nyaman dipakai saat sakit. Ibu emang jarang beli baju baru, beliau kadang bikin baju sendiri dari sarung bapak hasil pemberian orang-orang saat lebaran yang tidak bapak pakai. Sarung itu ibu jadikan daster atau gamis. Sementara beliau selalu mebelikan baju untuk anak-anaknya, bahkan untuk adek yang memilih untuk memilih baju saja harus keliling pasar dahulu.
Hari kedua berjalan seperti biasa, aku siang nganterin adek ke rumah sakit lalu, langsung berangkat ke apotek. Siangnya aku kembali ke rumah sakit, nengok ibuk sebentar, kabarnya beliau diperiksa lab ulang karena pemeriksaan yang kemarin hasilnya kurang jelas. Entah kenapa aku fikir pelayanan di RS inisial B ini lambat, atau mungkin karena dokternya baru masuk hari Senin itu atau gimana, harusnya kalau hasil rontgent tidak jelas bisa langsung diulang kan? Lanjut malamnya tidur ayam di rumah sakit.
Besoknya di hari ahad aku ada agenda diksar (pendidikan dasar) BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia) karena udah daftar jauh-jauh hari sebelumnya, dan aku begitu ingin jadi bagian dari relawan BSMI aku pun dengan berat hati tetap berangkat ke acara pelatihan tersebut. Saat disana acara sampai sore, kebetulan apotekku mendapat giliran libur. Tapi adek / bapak saat itu aku lupa, terus menerus sms aku agar segera balik ke RS dan kalau kembali agar membelikan baju yang bahannya sejuk buat ibuk. Jam 4 sore aku baru selesai pelatihan. Aku sempatkan beli baju daster buat ibuk, karena aku nggak ngerti malah aku belikan baby doll, yaudahlah yang penting sama-sama enak dipakai dan isis. begitu sampai di RS di sana sudah ada ke-3 temanku ngaji. Ibuk langsung bercerita kalau dia sempat melihat cahaya putih berputar-putar di atas kepalanya, dan beliau bercerita kalau tadi ada salah satu pasien yang meninggal. Beliau bilang malaikat itu ingin ambil nyawa beliau tapi nggak jadi malah ambil nyawa orang lain. Aku pun bilang "Udahlah bu... di sini istirahat aja nggak usah mikir berat-berat, kalau mati di rumah saja, enak." Dengan harapan beliau punya semangat buat sembuh hingga bisa pulang kembali ke rumah dengan keadaan sehat. Beliau pun ingin segera memakai baju yang aku belikan tadi.
Hari Senin pagi karena aku harus masuk pagi, aku pun mengantar adek yang sudah mulai masuk kuliah ke kamousnya terlebih dulu, lanjut ngantor. Pulang dari apotek aku pulang ke rumah dulu buat jemput bibi (adeknya bapak) untuk membantu nungguin ibu di rumah sakit saat malam hari. Bapak juga nudah mulai tidak pulang ke rumah, takut ada apa-apa atau ibuk butuh apa-apa, juga untuk melayani penjunguk yang datang hampir bergantian tak pernah sepi. Sampai makanan menumpuk, bahkan sampai 1 bulan kemudian jajan yang dibawa pembesuk itu masih ada. hehe. Entah nggak ada aturan ketat tentang jam besuk di sini atau karena perawat udah capek ngomong aturan itu, pembesuk datang tak kenal waktu. Ibuk mulai merengek-rengek minta pulang, tidur nggak enak, duduk bentar terus barung lagi. Bahkan untuk bangkit dari tidurnya untuk sekedar duduk ibuk perlu dibantu.
Hari Selasa aku putuskan buat mengambil hasil lab. klinik bersama bibiku tentang positif atau tidaknya ibuku terkena kanker. ternyata hasilnya sudah keluar dan ibuk POSITIF terkena kanker hati / hepatoma. Dokter klinik yang sering beli di apotekku itu pun membesarkan hatiku agar selalu bersiap dengan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Dan memang penderita kanker hati yang sudah stadium tinggi seperti ibuk bertahan hidup 3 bulan saja sudah bagus. Aku pun dengan hati lapang mencoba menata hati pulang sebentar untuk mencuci baju lalu balik lagi ke RS. Besok aku libu lagi jadi aku fikirkan untuk fokus di RS saja buat merawat beliau. Sampai di RS ternyata ibu minta dibelikan baju lagi, tapi aku putuskan buat sekalian membelikannya pas berangkat kerja nanti siang. Siangnya ada sepupu yang negok ibuk, kebetulan pak poh yang juga ayah dari kakak sepupuku itu paling gampang ngeluarin air mata, melankolis gitu lah. Jadi cuma beliau saja yang tidak aku ceritakan tentang kanker liver yang diderita ibuk. Saat ibuk sudah tertidur aku pun menceritakan keadaan ibuk yang sebenarnya padanya, juga tentang kemungkinan hidup ibuk yang cuma tinggal 3 bulan saja. Sampai saat ibuk terbangun beliau bilang "Bajuku yang baru mana?". Otomatis kakak sepupu agak kaget dan bilang, "Nggih nanti biar dibelikan Bapak."
Sesampainya aku di kantor siang itu setelah membelikan daster baru buat ibuk, pak poh telepon aku sambil nangis, dan menanyakan apakah ibuk udah aku belikan baju atau belum. Aku pun bilang kalau aku baru saja membelikan ibuk baju, tapi pak poh tetap saja membelikan baju daster baru buat ibuk. Malamnya setelah aku pulang dari apotek, ternyata pak poh ku yang lain dan budhe ku sudah ada di RS. Nafas ibuk sesak padahal sudah dipasang tabung oksigen sejak hari Senin Kemarin. Dan setelah aku perhatikan ternyata sebagian bagian tubuhnya sudah mulai stroke. Menjelang tengah malam ada dokter jaga atau entah dokter spesialist aku tak tahu (sekarang tak peduli) dia memeriksa ibuku aku pun menunjukkan hasil lab dari klinik yang aku ambil kemarin padanya. Tapi dia cuma melihatnya sekilas dan berkata, "Buat apa periksa ini, pakai periksa ginjal segala nggak ada gunanya..." sambil menyerahkan hasil lab itu kembali kepadaku. Ingin rasanya aku teriak saat itu dan menghajar dokter itu. Ini urusannya sama nyawa, kenapa malah meremehkan hasil pemeriksaan yang dilakukan dokter lain, bukannya tugas dokter itu sama yaitu untuk menyelamatkan manusia dan menyembuhkan orang sakit, walaupun hasil akhir tetap kembali kepada takdir, tapi dokter wajib bekerja keras untuk kehidupan orang yang sudah dipasrahkan pada mereka.
Lewat tengah malam, keadaan ibu semakin kritis, entah nggak ada yang bawa ke ICU atau semacamnya, atau gimana, ibu cuma dikasih sonte untuk selang memasukkan makanan. juga dipasang urinter untuk jalan pipisnya. beberapa jam kemudian ibuk mulai tenang, bu dhe dan pak poh ku ijin untuk pamit pulang, dan beberapa menit kemudian bapak datang, kami pun bergantian menjaga ibuk, ganti aku sekarang yang tidur, di samping bawah ranjang ibuk.
Aku merasa aku baru saja tertidur tapi bapak sudah mebangunkanku lagi. Aku tak mau bangun karena aku masih capek setelah tadi ibu dalam kondisi kritis, tapi ternyata bapak malah menendangku, dan bilang "lihat dada ibuk mu". aku pun melihatnya, dan tak ada tarikan dan hembusan. nafas ibuk berhenti! aku pun lari ke ruang perawat untuk minta bantuan mereka. Entah apa yang mereka lakukan mereka cuma mengeluarkan alat pendeteksi denyut jantung digital, tidak melakukan CPR atau alat kejut listrik seperti di film-film. Atau mungkin alat tersebut cuma digunakan untuk orang kaya-kaya saja, bukan pasien miskin seperti kami. Ibuk pun diputuskan meninggal. hatiku hancur benar-benar hancur sampai tidak ada setetes air mata pun yang bisa keluar dari mata ku. Adik menangis sesenggukan, aku memeluknya. beberapa saat kemudian terdengar adzan shubuh, Aku cepat kembali ke alam sadar, dan menelepon saudara-saudara kalau ibuk sudah tiada. Bapak juga menelepon tetangga agar segera diumumkan dan disiapkan kuburan untuk ibuku. Mungkin bagi kami itu adalah sebuah kesedihan tapi aku tahu wajah perawat-perawat itu, sedih sebentar bahakan seperti pura-pura menyesal. Mungkin mereka terlalu terbiasa menghadapi kematian, dan dengan kematian pasien, pasien baru bisa segera masuk ke kamar ini dan menyetorkan pundi-pundi uang lagi pada mereka.
Ibuk dibawa ke rumah dengan menggunakan ambulan RS, bersama bapak, adik, dan pak poh dan bu dhe yang baru saja pulang, sudah sampai di rumah sakit lagi. Sementara aku naik motor. Entahlah pikiranku kemana-mana selama di jalan, dan aku mencoba untuk tenang. bapak sebenarnya juga ingin naik motor saja, tapi aku tahu bapak kurang bisa tenang menghadapi masalah, aku pun melarangnya. Sampai di rumah ternyata sudah ramai orang-orang. Mereka tidak segera menghampiriku, mungkin mereka kaget dengan ketegaran yang aku tunjukkan. Beberapa menit kemudian ambulan datang. Prosesi selanjutnya pun dimulai, memandikan, mengkafankan, dan mensholati (kalau tidak salah sampai ada 6 kloter sholat jenazah). Aku melihat ibu benar-benar memaki baju baru dan lebih cantik dan bersih dengan baju nya itu. Aku semua ikut ambil bagian saat memandikan, mengkafani, menyolatkan, dan meng adzani ibukku, karena aku fikir itulah saat terakhir aku bisa berbakti kepada beliau.
Aku tak pernah bilang pada temanku kalau ibuku meninggal, kalau ada yang tanya aku cuma bilang ibukku udah nggak ada, udah itu aja. Tapi aku nggak suka saat ada temanku yang tahu kalau aku sedang berduka cita tapi malah diam saja tak mengucapkan bela sungkawa sekalipun itu lewat SMS atau chat. Walaupun ibuk sudah nggak ada, tapi semangatnya masih terus hidup di dalam dada. Kasih sayangnya masih terasa di dalam hati, dan aku yakin kelak kita akan berkumpul lagi di hari yang ditentukan nanti dengan keadaan yang lebih bahagia.
17 February 2016, Semoga Ibuk Damai di sana
No comments: